Oleh : Marwan Aziz*
“Koperasi adalah soko guru perekonomian nasional.” Kalimat ini begitu melekat dalam perjalanan bangsa Indonesia. Ia bukan sekadar jargon, melainkan sebuah gagasan besar bahwa kesejahteraan rakyat bisa lahir dari semangat kebersamaan, bukan dari persaingan semata.
Dalam sejarah ekonomi Indonesia, koperasi hadir sebagai wujud nyata dari nilai gotong royong yang telah menjadi DNA masyarakat nusantara.
Awal Mula Gerakan Koperasi di Indonesia
Gerakan koperasi di tanah air mulai tumbuh pada awal abad ke-20, saat bangsa masih berada dalam cengkeraman kolonialisme. Pada 1896, Patih Aria Wiriatmadja mendirikan koperasi kredit di Purwokerto untuk membantu rakyat kecil terbebas dari jeratan lintah darat. Dari situlah benih koperasi mulai berkembang.
Di masa kolonial, koperasi sering dipandang sebelah mata. Pemerintah Hindia Belanda memberi ruang terbatas karena khawatir koperasi menjadi wadah perlawanan rakyat. Namun, para tokoh pergerakan melihat koperasi sebagai alat perjuangan ekonomi—sebuah jalan sunyi menuju kemandirian bangsa.
Bung Hatta: Bapak Koperasi Indonesia
Nama Mohammad Hatta tak bisa dilepaskan dari sejarah koperasi Indonesia. Bung Hatta, yang kemudian diberi gelar Bapak Koperasi, percaya bahwa koperasi adalah jawaban atas masalah kesenjangan ekonomi. Baginya, koperasi bukan hanya lembaga ekonomi, melainkan juga sebuah “sekolah demokrasi ekonomi” di mana rakyat belajar mengelola, berbagi, dan bertanggung jawab bersama.
Pidato Bung Hatta pada Kongres Koperasi Indonesia pertama tahun 1947 di Tasikmalaya menjadi tonggak sejarah. Ia menegaskan bahwa koperasi adalah sistem ekonomi yang berakar dari budaya gotong royong bangsa. Pandangan ini kemudian menjiwai konstitusi, khususnya Pasal 33 UUD 1945, yang menempatkan koperasi di pusat sistem perekonomian nasional.
Perkembangan Koperasi di Era Orde Lama & Orde Baru
Di era Orde Lama, koperasi sering dijadikan instrumen politik sekaligus alat mobilisasi rakyat. Pemerintah memberi dukungan, tapi birokratisasi kerap membuat gerakan koperasi kehilangan kemandirian.
Pada masa Orde Baru, koperasi semakin dilembagakan. Salah satu keberhasilan yang dikenang adalah Koperasi Unit Desa (KUD) yang tersebar hingga pelosok. Namun, di balik keberhasilan itu, koperasi juga tak luput dari kritik: banyak yang sekadar formalitas, hanya papan nama tanpa gerakan riil.
Era Reformasi hingga Kini
Reformasi 1998 membuka babak baru bagi koperasi. Regulasi yang lebih terbuka memberi ruang inovasi, meski tantangan juga semakin besar. Globalisasi dan persaingan pasar bebas menuntut koperasi untuk beradaptasi.
Memasuki era digital, wajah koperasi mulai berubah. Lahir koperasi digital yang berbasis aplikasi, platform daring, dan ekosistem e-commerce. Beberapa koperasi bahkan masuk ke sektor fintech, energi terbarukan, hingga ekonomi kreatif. Koperasi kini tak lagi identik dengan simpan pinjam tradisional, melainkan juga ruang kolaborasi digital yang menghubungkan jutaan anggota dalam jejaring modern.
Tantangan & Masa Depan Koperasi Indonesia
Kini, di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, koperasi kembali didorong sebagai program unggulan melalui Koperasi Merah Putih. Pertanyaannya: bagaimana koperasi bisa tetap relevan di tengah disrupsi teknologi, kecerdasan buatan, dan dominasi perusahaan raksasa digital?
Jawabannya ada pada semangat awal koperasi itu sendiri: kebersamaan. Dengan teknologi, koperasi bisa mengelola data anggota, mempermudah akses modal, memperluas pasar lewat platform digital, bahkan masuk ke sektor pertanian cerdas dan perdagangan global. Masa depan koperasi bukan sekadar bertahan, tetapi berkembang dengan wajah baru: koperasi digital yang inklusif, efisien, dan kompetitif.
Penutup
Sejarah koperasi di Indonesia bukan hanya kisah lembaga ekonomi, tetapi sebuah gerakan sosial dan kebudayaan. Dari Patih Wiriatmadja hingga Bung Hatta, dari KUD hingga koperasi digital, koperasi selalu menjadi ruang belajar bagi bangsa: belajar berbagi, belajar mandiri, dan belajar percaya pada kekuatan gotong royong.
Koperasi adalah cermin kepribadian bangsa. Ia lahir dari akar budaya, tumbuh bersama rakyat, dan kini menatap masa depan dengan teknologi. Jika Bung Hatta pernah berkata bahwa koperasi adalah jalan menuju demokrasi ekonomi, maka di era digital, koperasi adalah jalan menuju demokrasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
*Penulis adalah Founder Kabar Koperasi dan Ketua Koperasi Kelurahan Merah Putih Duren Tiga yang saat ini berdomilisi di Kelurahan Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan.